
MAHKAMAH Agung Amerika Serikat sepakat mendengar argumen terkait kebijakan tarif global Presiden Donald Trump. Keputusan ini menjadi bagian penting dari agenda ekonomi pemerintahannya, sekaligus menguji batas kewenangan presiden dalam menetapkan tarif tanpa persetujuan langsung dari Kongres.
Sambil menunggu putusan, tarif yang sudah diberlakukan tetap akan berlaku. Trump meminta Mahkamah Agung membatalkan putusan pengadilan banding yang menyatakan pemerintahannya melanggar hukum ketika memberlakukan sejumlah tarif impor, termasuk tarif besar terhadap Tiongkok, Meksiko, dan Kanada yang dikaitkan dengan upaya menekan masuknya fentanyl ke AS.
Kasus ini muncul setelah pengadilan banding di Washington pada Agustus lalu menilai Trump melampaui kewenangannya dengan menggunakan International Emergency Economic Powers Act (IEEPA) untuk menetapkan tarif. Menurut pengadilan, kewenangan mengenakan pajak, termasuk tarif, merupakan hak konstitusional yang dimiliki Kongres, bukan presiden. Meski demikian, pengadilan masih mengizinkan tarif tetap berlaku hingga Mahkamah Agung mengambil keputusan.
Pemerintah Trump mendesak agar proses dipercepat, mengingat ketidakpastian nasib pungutan yang sudah terkumpul jika akhirnya kalah. Data Bea Cukai AS mencatat hingga 24 Agustus 2025, tarif yang dipungut mencapai sekitar US$475 miliar, di mana US$210 miliar berasal dari tarif yang kini dipermasalahkan.
Gugatan ini diajukan oleh importir anggur VOS Selections, sejumlah usaha kecil, serta belasan negara bagian yang menilai Trump telah menyalahgunakan kewenangannya. Kasus ini digabung dengan gugatan serupa dari dua perusahaan mainan keluarga yang sudah lebih dulu masuk ke Mahkamah Agung.
Perdebatan hukum ini berpotensi menyeret doktrin “major questions” yang kerap digunakan Mahkamah Agung berhaluan konservatif untuk membatasi kewenangan presiden, seperti yang sebelumnya dipakai untuk membatalkan program penghapusan utang mahasiswa era Presiden Joe Biden.
Jika Mahkamah Agung pada akhirnya memutuskan melawan Trump, sebagian besar tarif impor yang ia terapkan bisa dibatalkan. Namun, Trump masih memiliki jalur hukum lain, seperti menggunakan Section 232 yang memberi wewenang presiden memberlakukan tarif dengan alasan keamanan nasional. Mekanisme ini memungkinkan tarif diberlakukan secara sektoral, misalnya terhadap produk turunan baja dan aluminium.
Sidang kasus ini dijadwalkan berlangsung pada awal November, dan Mahkamah Agung menargetkan putusan lebih cepat dari biasanya. (CNN/Z-2)