Jakarta -
Warga Thailand membuat tagar #BanKorea trending di media sosial. Apa alasan warga Thailand mempopulerkan tagar itu?
Dilansir dari asianikkei, pada Senin (12/8/2024), masalah pemeriksaan imigrasi Korea Selatan telah memburuk sejak tahun lalu bagi warga Thailand. Banyak warga Thailand yang ditolak masuk Korsel setelah mendarat di negara itu.
Kondisi itu jelas merugikan calon turis hingga ratusan atau bahkan ribuan dolar.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Parahnya lagi, Korea Selatan menyalahkan masalah tersebut pada pekerja ilegal yang datang dari Thailand.
"Saya ditolak oleh imigrasi dan langsung dipulangkan ke Bangkok tahun lalu," kata Eve Khokesuwan.
Eve adalah seorang pembantu rumah tangga berusia 42 tahun dari kota Kalasin di timur laut, Thailand. Karena dia tidak dapat berbicara bahasa Inggris dengan lancar, dia tidak punya pilihan selain mematuhi otoritas Korea.
"Saya tidak ingin pergi ke Korea lagi karena itu adalah perjalanan paling menegangkan yang pernah ada. Saya merasakan kesan yang sangat buruk tentang Korea Selatan," kata dia.
Tagar #BanKorea mulai menyebar di X pada kuartal terakhir tahun lalu. Kemudian, dalam empat bulan pertama tahun ini jumlah warga Thailand yang berkunjung ke Korea Selatan turun 21% dari triwulan tahun sebelumnya, menjadi 119.000, menurut Organisasi Pariwisata Korea.
Pada tahun 2019, sebelum COVID menghentikan perjalanan global, 572.000 wisatawan Thailand berhasil melewati imigrasi Korea Selatan.
Meskipun terjemahan bahasa Inggris tagar tersebut tampaknya mengandung konotasi negatif, itu adalah gerakan boikot, bukan penghinaan budaya. Itu juga merupakan eskalasi terbaru dalam serangkaian langkah yang dimulai ketika Korea Selatan mencoba mempermudah perjalanan ke negara itu.
"Kami mendengar tentang perjalanan 'Ban Korea' beberapa bulan yang lalu," kata Yuttachai Suntornrattanavert, wakil presiden Asosiasi Agen Perjalanan Thailand (TTAA), sebuah kelompok induk perusahaan perjalanan ke luar negeri.
"Tetapi ini adalah pertama kalinya kami melihat efek yang terukur."
Sebelum pandemi, Korea Selatan mulai mengizinkan warga negara Thailand dan wisatawan asing lainnya untuk tinggal hingga 90 hari jika mereka telah disetujui terlebih dahulu oleh proses Otorisasi Perjalanan Elektronik Korea, yang juga dikenal sebagai visa K-ETA.
Menurut data pemerintah Korea Selatan, terdapat 157.000 warga negara Thailand yang tinggal secara ilegal hingga September 2023, tiga kali lipat dari jumlah yang tercatat pada tahun 2015.
Pemerintah mengatakan tahun lalu bahwa sejak tahun 2016, warga Thailand merupakan bagian terbesar dari orang asing yang tinggal di negara tersebut secara ilegal. Ketika Kementerian Tenaga Kerja Thailand pada tahun 2023 membuka jalur pulang bagi warga Thailand yang tinggal secara ilegal di Korea Selatan, ada 2.601 warga Thailand yang mendaftar.
Gerakan 'Ban Korea' awalnya muncul di Thailand ketika tindakan agen imigrasi Korea Selatan mulai merugikan wisatawan Thailand legal untuk berlibur di era sebelum pandemi.
Banyak warga Thailand yang ditolak setelah mendarat di Korea Selatan, mereka juga tidak memiliki cara untuk mendapatkan kembali tiket pesawat, hotel, atau pembayaran di muka untuk tur mereka. Yang lebih merugikan adalah stempel penolakan yang ditorehkan agen Korea Selatan di paspor mereka, sehingga mempersulit mereka untuk memasuki negara lain.
Tagar tersebut kembali marak dalam beberapa bulan terakhir, tetapi Wakil Presiden TTAA Yuttachai mengaitkan penurunan jumlah wisatawan Thailand ke Korea Selatan dengan jumlah objek wisata yang relatif sedikit di negara tersebut.
Ia mengklaim objek wisata yang ditawarkan Korea Selatan dipopulerkan oleh film-film populer dan acara Netflix sehingga bersifat sementara.
Dari pada Korea Selatan, Jepang dan Tiongkok dinilai lebih menarik bagi wisatawan Thailand. Selain wisata alam, akses masuk bebas visa dan mata uangnya lebih murah.
Suthana Sombutsatien, seorang pekerja kantoran berusia 30 tahun, membatalkan perjalanan ke Korea Selatan dan mengalihkan rencana perjalanannya ke Jepang tahun lalu. Ia beralasan mengubah tujuan karena biaya perjalanan yang lebih murah setelah yen lemah terhadap baht.
Selain itu, pengalaman teman yang mengalami penolakan dari imigrasi Korea juga menjadi salah satu faktor yang ia pikirkan.
Menurutnya, temannya ditolak dan tidak dapat menerima kompensasi apa pun dari otoritas Korea Selatan untuk pemesanan hotel. Suthana akhirnya merasa berisiko untuk bepergian ke negara tersebut.
Sementara itu, industri pariwisata Korea Selatan belum merasakan dampak signifikan dari kampanye boikot tersebut.
"Kami tidak tahu banyak tentang penurunan jumlah wisatawan Thailand," kata seorang manajer di Asosiasi Agen Perjalanan Korea.
Sementara itu, di saat bersamaan Korsel mencoba mempertahankan posisinya sebagai tujuan wisata utama Asia dengan mengumumkan visa baru khusus bagi penggemar budaya pop Korea Selatan.
Visa Hallyu memungkinkan warga negara asing untuk mendaftar di akademi seni pertunjukan lokal dan tinggal di negara tersebut hingga dua tahun.
(bnl/fem)