Masyarakat Adat Kerap Diabaikan dalam Upaya Konservasi

1 month ago 18
winjudi slot online winjudi online winjudi situs winjudi online slot gacor online terbaru situs slot gacor online terbaru link slot gacor online terbaru demo slot gacor online terbaru rtp slot gacor online terbaru Akun slot gacor Akun situs slot gacor Akun link slot gacor Akun demo slot gacor Akun rtp slot gacor Akun slot gacor online terbaru Akun situs slot gacor online terbaru Akun link slot gacor online terbaru Akun demo slot gacor online terbaru Akun rtp slot gacor online terbaru informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online hari ini berita online hari ini kabar online hari ini liputan online hari ini kutipan online hari ini informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online winjudi slot online

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) menilai penetapan kawasan konservasi di Indonesia belum sepenuhnya memperhatikan masyarakat adat. Padahal, dunia sudah mengakui masarakat adat yang melindungi ekosistem-ekosistem yang diangap penting.

Deputi Sekjen AMAN Urusan Ekonomi dan Dukungan Komunitas Annas Radin Syarif berharap para pemangku kepentingan dapat lebih memperhatikan masyarakat adat saat akan menetapkan kawasan konservasi. "Tidak diperhatikan bahwa di dalam kawasan konservasi ada manusianya. Itu yang menjadi permasalahan utama di masyarakat adat," kata Anas di Forum Bumi dengan tema “Apa yang Terjadi Bila Keanekaragaman Hayati Kita Punah?" Kamis (8/8/2024).

Anas mengatakan banyak wilayah adat yang bernilai konservasi tinggi tapi masyarakat adat sering kali tidak dianggap sebagai bagian dari penjaga keanekaragaman hayati. Anas mengatakan berdasarkan data peta Working Group ICCAs (Indigenous Peoples and Local Community Conserved Areas and Territory) Indonesia (WGII) yang mendokumentasikan kawasan konservasi di wilayah masyarakat, sekitar 80 persen area dengan keanekaragaman hayati tinggi di wilayah adat.

Anas menambahkan, berdasarkan data dari Right Resource Institute, sekitar 36 persen tutupan hutan di dunia berada di wilayah adat. Oleh karena itu, masyarakat adat menjadi bagian dari konservasi.

Anas mengatakan potensi Area Konservasi Kelola Masyarakat (AKKM) mencapai 4,2 juta hektare. Ia mengatakan AMAN meregistrasi wilayah adat seluruh Indonesia yang hingga Juli 2024 hampir 30 juta hektare.

"Dari 28 juta hektare ini kami menganalisis ada 72 persen dari wilayah adat yang sudah dipetakan itu merupakan ekosistem penting," katanya.

Ia menjelaskan ekosistem penting artinya memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, terdapat koridor satwa, dan area-area hayati penting. Anas mengatakan AMAN mencatat terdapat 111 spesies mamalia di wilayah-wilayah masyarakat adat. "Artinya 14 persen dari total mamalia di Indonesia itu ditemukan di wilayah adat," kata Anas.

Anas menjelaskan bayangan masyarakat adat tentang konservasi adalah penggusuran. Ketika wilayah mereka ditetapkan sebagai area konservasi, masyarakat adat menganggap mereka akan digusur atau akan ada pembatasan-pembatasan.

Padahal, kata Anas, wilayah adat hampir pasti kawasan konservasi. Sebab, dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat adat melindungi ekosistem. 

Anas mengatakan terdapat empat faktor masyarakat adat menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kelompok lain. Pertama, masyarakat adat memiliki motivasi yang lebih tinggi dari masyarakat lain karena wilayah adat bukan hanya mereka kelola tapi ada kewajiban yang harus mereka penuhi.

"Seperti tempat-tempat sakral karena ada titipan leluhur, sistem-sistem yang tidak boleh diganggu sama sekali, mereka tidak bicara konservasi tapi turun-temurun mereka memiliki keyakinan di dalam sistem kepercayaan mereka, wilayah-wilayah yang tidak boleh dirusak," kata Anas.

Kedua, secara historis wilayah adat diatur berdasarkan fungsi-fungsi ruang. Anas mengatakan sebelum ada Taman Nasional Halimun masyarakat sudah memiliki konsep fungsi ruang yang dibagi tiga. Titipan, tutupan dan garap.

"Titipan tidak boleh diolah sama sekali, tutupan boleh tapi jangan sampai dirusak, dalam konservasi kita mengenal istilah green belt, garapan baru boleh digunakan," katanya.

Read Entire Article